Selamat Datang Di Teknologi Dan Hiburan

0 Tips USB Debugging Andromax C3

Rabu, 17 Desember 2014
Selamat Datang di Teknologi Dan Hiburan
Munkin anda telah kemana-mana mengunjungi situs link untuk mengetahui Kata sandi USB debugging Kamu tapi hasilnya NOL. Dan SEBELUMNYA SAYA MEMINTA MAAF KARENA NOMOR MEID,IMEI,danCODE nya saya SENSOR

Kali ini saya akan Memberi Penjelasan Dari Awal Hingga Akhir khusus untuk cara mencari tau Kata sandi USB andromax C3 anda. Pastikan Gedget Kamu mempunyai paket Untuk Mendownload Beberapa Aplikasi untuk mengetahui Kata sandi andromax C3 anda. Karna Saya Juga Menggunakan Jenis Gedget Ini

Ikuti Langkah-langkah berikut ini
Download AIDE-ANDROID IDE-JAVA,C++ (search di Apps Strore/GooglePlay)
Copy Scrip Unlock USB debugging
(maaf Bila Ingin Java scripnya yang benar Invite Pin BB saya)

Buka AIDE
Kemudian Pilih JAVA Skill
Blok Semua Scrip Yang Sudah ada Dengan cara sentuh lingkaran yang ada di samping menu
Cara mengetahui nomor IMEI dan MEID tanpa Membuka Body Gedget Sebagai Berikut
1. Buka Pengaturan

2. Pilih Tentang Ponsel 

3. Pilih STATUS

Cara membuka USB DEBUGGING
1. Buka Pengaturan

2. Pilih Tentang Ponsel 

3. Sentuh Nomor bentukan 6x (enam kali )

4. Kembali Dan akan muncul Opsi pengembang 

5. buka opsi pengembang dan centang USB debugging



Paste Scrip Unlock USB debugging
Masukan Nomor MEID dan EMAI kamu lalu RUN
Dan SELAMAT kode USB Debugging Anda Muncul




Read more

0 (Cerpen) Tetap Menunggu

Rabu, 09 Juli 2014
Cerpen Karya Sania Mulia

“Mira, kak Tauhid buat aku aja, ya.” Ujar Fida pada Mira yang sedang duduk di kelas dan membaca sebuah buku.
“Yaudah, ambil aja sana. Kak Tauhid mana mau sama kamu. Kamu, kan, genit.” Jawab Mira acuh tak acuh tanpa melirik Fida sedikit pun. Fida hanya memanyunkan mulut, kesal mungkin.

***
“Dik, dik. Yang mana yang namanya Mira?” Sekelompok murid-murid Aliyah yang perempuan yang sudah pulang, sengaja menunggu anak Tsanawiyah masuk sekolah. Karena memang murid Tsanawiyah masuk siang dan Aliyah masuk pagi. Salah satu dari kakak itu bertanya-tanya pada murid-murid Tsanawiyah yang lewat. Menanyakan Mira.
“Mira!” panggil Fida melambaikan tangan kanannya. Yang dipanggil menoleh. “Ini, nih. Kakak ini nyariin kamu.” Sambung Fida.

DEG!

Jantung Mira berdebar, ‘ada apa?’ batin Mira. Mira berpikir kakak kelas Aliyah itu ingin melabraknya. Tapi kenapa?
“Iya, kak? Ada apa?” Tanya Mira pada kakak kelas itu. Mira mencoba berpikiran positif.
“Kamu yang namanya Mira?” tanya kakak itu balik.
“Iya, kak. Kenapa?” ucap Mira.
“Itu, dek. Si Tauhid temen kakak suka sama kamu. Sampe-sampe pas pelajaran Matematika dia ditanya sama guru kakak, dia malah jawab ‘Mira Cahyanti kelas 1B’ gitu, dek.” Jelas kakak itu.
“Yang bener, kak?” tanya Mira tak percaya.
“Iya, dek.” Jawab kakak itu dan di iyakan juga oleh kakak-kakak yang lain. ”Gak apa-apa kok dek. Dia pinter, beriman, sholeh, top banget pokoknya.” Sambung kakak itu.
Mira langsung meninggalkan sekelompok kakak Aliyah itu dan masuk kelas.

***
Dua tahun kemudian
Saat ini, Mira sudah menginjak SMA. Mira bersekolah di Madrasah Aliyah Negeri. Dan juga, satu sekolah dengan Kak Tauhid yang sekarang kelas 3.
“Dek, kasihin surat ini ke Mira, ya.” Ucap Tauhid memberikan secarik surat kepada Vina teman Mira sembari tersenyum ramah.
“Iya, kak.” Jawab Vina tersenyum. Vina langsung meninggalkan Tauhid dan mencari keberadaan Mira. Vina sudah tahu dimana Mira sekarang, saat istirahat begini pasti Mira ada di kelas. Karena memang kebiasaan Mira saat istirahat adalah dia selalu membeli makanan di kantin, kemudian kembali lagi ke kelas untuk mengobrol bersama teman-temannya. Vina tahu betul sifat-sifat Mira. Vina mengenal Mira dari SD hingga sekarang.

Mira bukan tipe gadis yang suka bergosip, Mira juga bukan gadis yang suka keluyuran, dia malah anak rumahan. Mira memang tidak diizinkan orang tuanya keluar malam-malam kecuali bermain bersama teman-temannya yang rata-rata lebih muda darinya. Dan satu lagi, Mira tidak terlalu suka dengan yang namanya PACARAN. Dia juga tidak pernah pacaran ataupun memiliki hubungan istimewa dengan seorang pria. Mira sangat cantik, sangat banyak yang menyukainya termasuk Kak Tauhid yang super duper ganteng.

Keluarga Mira tidak terlalu kaya, uang jajan Mira perhari hanya dua ribu. Begitu juga Tauhid yang keluarganya sederhana. Rumah Tauhid sangat jauh dari sekolah. Tauhid pergi sekolah dengan mengendarai sepeda atau terkadang jalan. Tauhid sangat tahu jalan-jalan pintas.

***
“Mira!” panggil Vina sambil duduk di sebelah Mira. Mira menoleh. “Ini, nih. Ada surat dari Kak Tauhid.” Vina menunjukan surat itu pada Mira.
Mira langsung mengambilnya dan membacanya. Isinya adalah: Kak Tauhid suka sama Mira, Kak Tauhid juga nembak Mira. Dengan cepat Mira membalas surat itu dan balasannya adalah: iya.
Resmilah Mira dan Tauhid berpacaran. Berpacarannya sesuai dengan kaidah agama Islam. Mereka tidak pernah saling pandang dan berbicara langsung, hanya sekedar surat-suratan.
Setiap hari Tauhid selalu memperhatikan Mira belajar. Karna Tauhid sangat pintar dia selalu keluar duluan. Momen itu Tauhid manfaatkan untuk melihat Mira belajar di kelas. Tauhid bersandar di pintu kelas Mira dan memperhatikan sang pujaan hati.
Fida teman sebangku Mira langsung mencie-ciekan(?) Mira dan tertawa kecil. “Diem aja kamu!” ujar Mira pelan. Fida tertawa kecil.

***
Tiga tahun sudah Mira dan Tauhid bersama. Selama tiga tahun pula mereka hanya bersurat ria. Sampai pada akhirnya Tauhid masuk pesantren dan Mira pindah ke Cikampek. Mereka terpaksa mengakhiri hubungan ini. Vina menyampaikan surat dari Tauhid kepada Mira. Isinya adalah:
Mira, kakak sekarang masuk pesantren. Kakak dapat beasiswa. Kakak sayang banget sama Mira. Cinta banget. Kakak tetap nungguin Mira sampe kapanpun.

Lalu, Mira berkata pada Vina, “Iya, deh, Vin. Aku juga sayang sama Kak Tauhid, bilangin sama dia, ya. Aku juga bakalan nungguin dia sampe kapanpun. Aku juga cinta banget sama dia, Vin. Makasi, ya , Vin. Selama ini kamu udah jadi tukang pos yang nganterin surat aku sama Kak Tauhid. Makasi banget, Vin.”
“Iya, iya, Mir. Sama-sama.” Jawab Vina tersenyum.
Setelah berpisah dengan Tauhid, Mira dan keluarganya pergi ke Binjai, Sumatera Utara. Jarak Mira dan Tauhid semakin jauh. Sesampai di Binjai, ternyata Mira ingin dijodohkan orang tuanya pada seorang pria bernama Akbar. Mira sama sekali tidak mengetahui rencana kedua orang tuanya tersebut. Padahal, Mira masih ingin menunggu kehadiran Tauhid. Tapi mau bagaimana lagi, keinginan orang tua harus Mira penuhi agar mereka bahagia.

Dan sampai sekarang, Mira dan Tauhid belum di pertemukan. Mungkin suatu saat mereka bisa bertemu. Mira sudah menjalani kehidupannya sendiri. Mira memiliki 4 orang anak, dua perempuan dan dua laki-laki. Tidak tahu bagaimana keadaan Tauhid sekarang.

-END-
 
PROFIL PENULIS

Nama: Sania Mulia
Facebook: https://www.facebook.com/sania.nurmulia
Twitter: @muliasania
Blog: apaajagakjelas.blogspot.com
Ask.fm: @muliasania111 
Read more

0 (Cerpen) Melati

Cerpen Karya Yusuf Nor Secha

Sebenarnya aku masih belum ingin pergi dari tempat ini, tempat penebus kesalahanku, tempat penebus dosa ketika di dunia, aku masih ingin lebih lama disini, ditempat berkumpulnya orang dengan kesalahan dan dosa yang beraneka ragam, tempat 3x2 meter persegi yang diisi delapan orang dalam satu kamar, tempat yang hanya cukup untuk berselonjor kaki, tempat dimana awal aku menebus kesalahan yang aku tahu tak mungkin bisa kutebus. Ini sudah tahun kelima setelah kejadian itu. Apa daya aku tidak bisa mengelak saat diputuskan untuk keluar dari tempat ini, aku tak tahu harus kemana, aku tak punya tempat tinggal lagi, bahkan tak ada orang yang sudi mengakuiku sebagai saudara bahkan teman. Sempat sesaat aku berpikir ingin menghabisi nyawa orang atau merampok bank agar aku bisa kembali ketempatku dulu, tapi, itu justru akan membawaku kejurang kenistaan yang lebih dalam lagi.

Cukup lumayan jauh aku berjalan, kini kedua kakiku sudah tak tahan menahan rasa lelah dan memaksaku untuk berhenti, meskipun aku masih ingin berjalan lebih jauh lagi. Aku berhenti tepat di samping telefon umum, aku rindu pada seseorang. Kuangkat gagang telefon yang menggantung itu, kumasukan kepingan uang lima ratus rupiah hadiah dari sipir karena kebebasanku tadi, ‘hallo..’terdengar suara yang sudah tampak berat dari seberang sana, aku masih belum bisa membalas sapaan itu, sampai kedua kalinya dia bertanya ‘hallo.. ini siapa yah..?” ‘ini aku no, aryo’ jawabku dengan suara lirih, ‘aryo..? aryo kuncoro..?” dengan nada sedikit kaget, ‘iya no, kamu apa kabar..?” tanyaku, mencoba menenangkannya, ‘kamu kapan bebasnya yo..? masyaallah, sudah lama aku tak mendengar suaramu yo, alhamdullilah aku baik baik saja yo, kamu gimana,” Tanya seno yang sepertinya sudah mulai tenang, ‘alhamdullillah no, aku dapat remisi, kabarku juga alhamdullillah sehat no, oh ya, aku mau tanya sesuatu sama kamu,”. ‘mau tanya opo yo..?” jawab seno dengan logat jawa nya yang masih kental, sepertinya dia masih seperti seno yang dulu tak berubah, ‘gini no, kamu tahu nggak sekarang Melati tinggal dimana..?” tanyaku, ‘Melati anakmu..? ooh sekarang dia tinggal bersama iparmu di Jogja.” “tuuuut…tuut..tuut” tiba tiba telefon terputus, mungkin sudah habis, aku tadi hanya memasukan lima ratus rupiah saja. Tapi setidaknya aku sudah mendapatkan informasi yang penting dari Seno sahabatku dulu.

Esoknya aku putuskan untuk pergi ke Jogja, aku tidak yakin keluargaku dulu masih bisa menerimaku atau justru sudah tidak ingin mengenalku lagi, sungguh dilematis hidupku ini, disatu sisi aku ingin sekali bertemu dengan seseorang yang sudah lima tahun ini aku rindukan, disisi lain aku takut mereka masih belum bisa menerima kehadiranku. Sampai ahirnya aku bertekat memberanikan diri mengunjungi kediaman iparku dulu.

Masih seperti dulu suasana tempat ini, asri dan begitu tenang suasananya, suasana yang sudah lama aku rindukan, suasana khas desa yang mengembalikan ingatanku lima tahun yang lalu. Suasana yang tak pernah aku rasakan selama aku di rutan. Aku berhenti didepan rumah joglo khas jawa, tiba tiba jantungku berdegup kencang, keringat dingin mulai bercucuran dari kening dan tak kusadari sudah membasahi seluruh wajahku, aku merasa kaki berubah menjadi beton yang kaku dan tak dapat digerakan, sempat aku berpikir mengurungkan niatku untuk memasuki rumah tersebut, hingga ahirnya terdengar suara yang nampak berat yang berhasil membuyarkan lamunanku, ’maaf, mas saya mau lewat.’ Kata seorang lelaki setengah baya dengan rumput segar kehijauan yang diikat di belakang sepeda kumbang yang sudah tampak berkarat, ‘oh, iya, maaf, silahkan pak,’kata ku dengan sedikit merundukan punggung dan senyum simpul. Tak lama aku mendengar suara anak perempuan memanggil laki-laki setengah baya tadi, ‘bapak-bapak,’ dengan suara manja khas anak anak, tiba tiba aku sangat tertarik melihat gelagat anak perempuan itu. Anak itu nampak cantik dengan rambut yang dibiarkan terurai sebahu dengan daster khas anak-anak, sepertinya aku pernah melihat wajah lugu itu, anak perempuan itu mengingatkanku pada seseorang yang pernah aku cintai dan ahirnya aku lenyapkan dengan kejinya tindakanku yang tak pernah bisa kumaafkan, entah apa yang membuatku tega menghabisi seseorang yang jelas jelas mencintaiku, tapi kini aku merasa dia sangat berharga setelah dia sudah tidak ada karna kebangsatanku sendiri, sebuah penyesalan tidak akan berguna dan tidak akan bisa menebus dosa.

Anak itu masih tetap menjadi obyek perhatianku, sepertinya ada sesuatu yang menarik langkahku untuk menemui anak itu, tapi niat itu aku urungkan, aku masih belum yakin dengan diriku dan belum berani dengan kenyataan. Sorot mataku terus mengikuti kemana langkah kaki anak itu sampai ahirnya dia membuatku terkejut bukan kepayang, seperti tersambar petir, sepertinya anak itu tak sengaja menatapku dengan tatapan tak biasa, tatapan yang begitu teduh, tatapan mata dari seorang anak yang sudah lima tahun aku rindukan, sampai ahirnya ingatanku membawaku ke sebuah nama “Melati, anakku”, yah itu melati, aku yakin itu melati anakku. Namun dosa ini terlalu berat untuk aku pikul menemuinya sehingga aku hanya bisa terdiam tak berani bergerak sedikitpun, begitu banyak pertanyaan yang menjejali kepalaku saat ini, pertanyaan yang timbul karna rasa ketakutanku pada kenyataan. Akankah mereka masih bisa menerimaku,? apakah melati masih mengakuiku sebagai bapaknya dulu,? Atau dia akan mengusirku jauh jauh dan tak ingin melihatku. Sampai ahirnya aku melihat anak itu lari masuk kedalam rumah dan membiarkanku duduk terpaku melihatnya pergi.

PROFIL PENULIS
Nama : Yusuf Nor Secha
TTL : Jepara 17 Januari 1993
Alamat : Desa Surodadi Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara
Pekerjaan : Mahasiswa
Add facebook : josef sheilagank
Read more