Selamat Datang Di Teknologi Dan Hiburan

(Cerpen) Rasa Tak Terbalas

Sabtu, 07 Juni 2014

Cerpen Karya Shela Rizky Tarinda

Mereka bilang dia keren. Tinggi, badan atletis, anak orang kaya, dan masih banyak lagi. Dia temanku sekolah, sejak SMP. Aku berteman cukup baik dengan dia. Namanya Fahri, anak pejabat desa. Tentu saja ayahnya berduit, beliau pandai memutar uang. Keluarganya punya bisnis yang banyak sekali, tak bisa kusebutkan. Ibunya seorang kepala di kantor swasta, dengan gajian sekitar tak kurang dari sepuluh juta sebulan. Bayangkan kawan, sepuluh juta! Per bulan!

Ada sesuatu yang ingin kuceritakan pada kalian tentunya, tentang si Fahri ini. Tapi sebenarnya cerita ini sedih. Tapi karena kalian selalu ingin tahu, baiklah akan aku ceritakan.

Dia ini sosok laki-laki yang dingin, diam, penuh misteri. Aku tahu, dia tidak suka didekati cewek dan hanya suka mendekati. Dia tidak suka keluar malam hari seperti remaja nokturnal kebanyakan. Dia rajin ibadah, pemain futsal di sekolah, rajin bangun pagi, dan sosok pekerja keras. Fahri dingin jika kau tak mengenalnya. Tapi kawan, percayalah padaku. Dia ini sebenarnya baik, halus, romantis, perhatian, dan loman. Namun sifatnya juga keras kepala dan temperamen.
Suatu ketika di malam ramadhan, Fahri, Aku, dan beberapa kolega buka puasa bersama. Ini merayakan ulang tahun Fahri. Seperti remaja umumnya, kami bukan tarawih, malah bermain petasan di depan sekolah. Tentunya seru, seru dengan teriakan, ledakan petasan, tawa, dan omelan. Hahaha aku masih ingat betul saat Fahri mengambil kunci motorku dan,
“sialan, siapa ini yang ambil kunciku? Biadab sekali! ayo kembalikan cepaaat!” aku mengomel-omeli semua teman-teman dan merogoh kantung-kantungnya. Fahri dengan wajah polos, pasrah saja kurogoh-rogoh. Sementara Tama malah senyum-senyum mengisyaratkan sesuatu. Aku tahu itu berarti apa.
“Fahri, kembalikan cepat. Atau kubakar motormu pakai ini!” gerutuku sambil menunjukkan korek api. Teman-teman tertawa, sementara Fahri malah mengerutkan dahinya hingga alisnya hampir bertemu.
“apa sih? aku kan nggak ngapa-ngapain kamu. Kok malah mau bakar-bakar.” Balas Fahri dengan santainya, dan juga dengan ekspresi ‘apa sih’nya yang khas. Tak bisa kugambarkan dengan huruf kawan.

Malam itu kemudian kami pulang, tentunya setelah kejahilan kami sudah mereda. Rumah Fahri jauh dari kota, Tama sejalan dengan rumahku. Jadi kuminta Tama mengawalku dari belakang hingga sampai tujuan. Karena jalanan rumahku gelap dan sepi. Di bagian timur hanya ada bentangan sawah, sementara lampu PJU kadang terang, kadang redup, kadang malah mati. Ditambah lagi dengan hawanya yang selalu ‘nggak enak’, mungkin ada sesuatu yang tak bisa kulihat. Tapi bukan mungkin, sebenarnya memang ada. Ternyata isengnya Tama tak berhenti di petasan. Dia menyalakan lampu dim. Walhasil, aku kebunaran karena pantulan kaca spion. Dasar cah gemblung. Aku mengepalkan tanganku kebelakang, dia malah memainkan lampu dim nya. Untungnya penyiksaan itu segera pergi. Aku telah sampai di rumah, dengan selamat.

Aku rebah di kasur, di kamarku. Nyaman sekali, menyalakan AC dan membaca buku, berselimut tebal dan menyalakan lampu baca. Aku suka suasana ini. Aku sebentar lagi tidur, sebentar lagi. Setelah novelku selesai kubaca tentunya. Tiba-tiba HP ku berbunyi. Ada pesan masuk. Ah, mungkin hanya Firdan, mantan cowokku yang sampai sekarang masih ngemis-ngemis minta kembali. Aku dan Firdan berpisah karena salah dia sendiri. Tapi entah sebenarnya salah siapa jika dilihat dari akarnya. Dia orang yang butuh perhatian, aku orangnya cuek. Dia lalu cari perhatian ke cewek lain, lah aku kalap dong. Aku balas kelakuannya, eh dia keluar sama cewek. Kusangka dia sudah tak ada rasa, aku minta pisah. Eh, dia ngemis maaf dariku dan berjanji nggak akan ngulangi lagi. Dipikir aku layangan diulur-ulur? Aku segera sadar dari lamunan Firdan itu, lalu...
“Wina.. udah tidur?” sms dari Fahri. Mimpi apa dia sms macam begini? Aku balas seperlunya saja, dia juga balas seperlunya. Aku jadi bingung. Tama juga sahabatku, tapi dia sms macam begini untuk cari hiburan kalau bosan. Jadi sms-an agak heboh begitu lah. Tapi Fahri jadi aneh, mungkin karena dia jarang sms cewek. Karena sebelumnya aku sudah bilang kan, Fahri itu dingin dan diam.

Beberapa minggu berlalu, dan Fahri serta aku makin dekat saja. Tapi disini aku merasakan bukan dekat seperti dengan Tama, Dika, Rama, atau Tria. Tapi lebih seperti Firdan. Aku bingung dan harus apa aku? Bingung karena aku baru saja pisah dengan Firdan, dan dia juga teman Fahri. Tapi di sisi lain, aku mengagumi sosok Fahri, sejak dulu. Sejak aku pacaran dengan Firdan. Sejak aku ambil les sepulang sekolah, malah sejak aku pertama mengenalinya di Facebook. Saat itu dia masih lugu dan nggak keren. Obrolan Fahri terkadang menjurus ke arah yang serius. Maksudku, serius dalam arti hubungan lebih-dari-teman. Aku agak risih menyebut kata ‘cinta’ karena rasanya, aku masih terlalu muda untuk berkata ‘itu’.

Sampai di suatu titik dimana aku serasa ditarik oleh Fahri, serasa duniaku menjadi dunianya juga, serasa aku bernafas menggunakan paru-parunya. Rasanya waktu dan tubuhku berhenti berputar dan beroprasi dalam dua detik. Saat Fahri bertanya pada Firdan, “boleh aku mendekati Wina? Jika tidak, aku akan mundur. Sebelum keterusan..” duniaku serasa melayang.. tapi kemudian runtuh. Melayang di awang-awang karena sesuatu yang baru datang untuk menyembuhkan, tapi runtuh rata dengan bumi saat aku jelas tahu, Firdan tersakiti. Firdan memelas, dan aku benci jika dia memelas; menjengkelkan. Ya, Firdan memelas padaku, dia sendiri yang menceritakan itu. Tapi sempat terbesit rasa senang, karena dendamku pada Firdan terbalaskan. Tapi bukan itu intinya. Intinya disini adalah, aku dilema. Fahri, seorang yang diidolakan, sangat diidolakan oleh cewek-cewek di sekolah, mendekatiku dengan mudahnya. Maksudku, dengan mudahnya aku mendapatkan Fahri. Padahal aku gadis biasa. Tak ada apa-apa jika dibandingkan dengan cewek-cewek yang naksir dia. Tapi seperti sebelumnya, Fahri tidak suka didekati, dia suka mendekati.

Aku rasa masalah ini lancar berjalan, seiring dengan lancarnya komunikasi kami, dan seiring juga dengan guyonan teman-teman di sekolah. Semuanya sudah tahu tentang aku dan Fahri. Dan tak ada yang menyangka sama sekali. Mereka bilang “bagus dong Win, kemajuan tuh. Biar tau rasa si Firdan.” Yah, tentu saja. Biar tahu rasa si Firdan. Tapi aku juga kasihan, aku juga kadang masih ingat Firdan. Kemudian aku sadar akan Fahri yang ada di depanku, yang siap menjaga aku. Dan aku sadar, aku harus pergi dari Firdan.

Akhirnya kami pacaran, dan tentunya membuat penggemar-penggemar Fahri iri. Tentunya membuat Firdan memalingkan wajah setiap bertemu aku ataupun Fahri. Tapi tetap saja, laki-laki bertengkar apa ada yang lama? Mereka bersikap biasa. Entah bersikap atau memang seperti itu, aku juga kurang mengerti. Kami pacaran dengan puluhan masalah yang ada, yang membuat dia marah-marah hingga mengucap kata sumpah serapah padaku. Ya, padaku. Kekerasan verbal itu mana bisa aku tahan terus? Ada juga tentang dia yang ternyata suka dengan salah satu temanku. Aku menangis dan dia terluka. Dia meyakinkan aku bahwa itu dulu, tapi aku punya bukti kuat atas pernyataanku. Dia tidak marah kali ini. Dia takut dan bingung, dan aku tak pernah sekalipun melihat dia begini. Tama juga tak pernah sekalipun menjumpainya seperti ini. Aku minta rehat sebentar atas hubungan kami. Tapi dia menolak, dia bersikeras mempertahankan aku.
“aku ngga pernah pertahanin cewek. Ngga pernah sama sekali. kalau mereka minta putus ya silakan, tapi buat kamu, aku ngga bisa. Tolong jangan gini.”
Tapi aku tega-tega saja. Hingga masalah ini kemudian mereda, aku tak lagi egois. Aku mencoba memaafkannya dan memperbaiki diri. Dia khilaf saat itu, dan benar, dia tak pernah mengulanginya lagi.

Kami sampai pada sebuah titik jenuh, dimana dia marah-marah terus, dan aku egois. Tak ada yang mengalah. Kami akhirnya berpisah, tapi dia masih sering mencoba menghubungiku dan menyatakan rindu. Aku juga sebenarnya. Tapi aku tak pernah bisa kembali saat itu. Aku masih trauma akan kelakuannya yang...membuatku sakit sekali. kami makin jarang berkomunikasi. Makin renggang, dan akhirnya benar-benar tenggelam. Ibarat kapal, dulu kandas, bangkainya terjun di dalam laut, melayang-layang di airnya, dan kini seluruh runtuhannya telah mencapai dasar palung.
Aku broken. Aku menyesalkan semua yang terjadi. Dulu Fahri ngejar aku, dan aku mengabaikan dia. Tapi kini keadaan berbalik. Sesakit inikah cinta yang tak terbalas? Cinta yang bertepuk sebelah tangan, kata orang-orang.

Selama setahun setelah aku dan Fahri pisah, nggak ada yang pacaran diantara kami. Dan setahun setelah pisah, tepat di Februari, aku dengar dia punya pacar.. Percuma aku nunggu, kalau akhirnya, aku cuma bisa lihat dia dari jauh.. Cuma bisa merasakan dia dari indera pengelihatanku.
Karena waktu gak akan pernah bisa diulang, gak akan pernah. Jadi aku tulis penyesalanku, yang jauh lebih sedih daripada tulisanku ini.. Cuma buat ingetin, kalau kamu menyia-nyiakan orang yang sayang sama kamu, suatu saat keadaan akan berbalik. Dan mau gak mau, yang mengabaikan harus merasakan sakit, sesakit yang dirasakan beberapa orang yang cintanya tak terbalas olehmu..

"So i watch your life in pictures like i used to watch you sleep, And I feel you forget me like i used to feel you breath." Taylor Swift - Last Kiss

PROFIL PENULIS
Nama : Shela Rizky Tarinda
Fb : Shela Rizky Tarinda
Twitter : @shelrt
blog : tarindaaa.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar